Kamis, 03 November 2022

Operasi Pengurangan dalam Alquran (Teka-teki masa Nabi Nuh hidup)

 Tulisan ini merupakan sebagian dari hasil penelitian saya yang tertuang dalam tesis saya ,

 

Mengenai matematika konsep operasi bilangan pada pengurangan secara umum telah digambarkan didalam Ayat Alquran pada Qs.al-‘ankabut.[1]

 

ôs)s9ur $uZù=yör& %·nqçR 4n<Î) ¾ÏmÏBöqs% y]Î7n=sù öNÎgÏù y#ø9r& >puZy žwÎ) šúüÅ¡÷Hs~ $YB%tæ ãNèdxs{r'sù Üc$sùqÜ9$# öNèdur tbqßJÎ=»sß ÇÊÍÈ  [2]

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.

a.       Asbab al-Nuzul

Ayat ini merupakan hiburan dari Allah kepada Rasulullah dengan mengabarkan berita tentang Nabi Nuh yang hidup bersama kaumnya dimana mengajak mereka kepada jalan Allah, siang dan malam, secara rahasia dan terang-terangan. Di samping itu, semuanya tidak menambah ketaatan mereka kecuali semakin lari dari kebenaran, menentang dan mendustakannya serta tidak ada seorang pun yang beriman kecuali sedikit saja.

 

b.      Munasabah Ayat

Berdasarkan ilmu munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surah, surah al-‘ankabut ayat 14 ini didahului ayat sebelumnya yang berbicara mengenai orang kafir yang selalu menyesatkan orang-orang beriman,  mereka nantinya akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.[3] Sementara pada surah al-‘ankabut ayat 14 Allah menegaskan prilaku orang-orang kafir ini sebelumnya sudah pernah ada pada masa Nabi Nuh, mereka mendustakan Nabi Nuh dalam waktu yang sangat lama, sehingga mereka ditimpa bencana besar.

Setelah surah al-‘ankabut ayat 14 terdapat ayat setelahnya yang berbicara tentang keselamatan orang-orang beriman yaitu Nabi Nuh dan sedikit umatnya yang mengikutinya dari banjir besar. Sehingga habislah orang-orang kafir yang mendustakan Allah dan Rasulnya itu. Ayat setelahnya juga menceritakan tentang Nabi Ibrahim bersama umatnya yang mendustakannya.[4]

 

c.       Operasi Pengurangan dalam Kandungan Ayat

Adapun matematika yang disebutkan dalam al-Ankabut ayat 14 adalah penyebutan bilangan serta operasi pengurangan namun tidak diketahui hasilnya. Pada bilangan disebutkan angka seribu dan lima puluh.

1)      Seribu

Bilangan seribu dalam Alquran diambil dari kata alf yang disebutkan sebanyak 8 kali. Tersebar dalam 6 surah, yaitu pada Qs. al-Baqarah/2:96, Qs. Al-Anfal/8 : 41, 65, dan 66, Qs. al-Hajj/22:47, Qs.al-Ankabut/29:14, Qs. al-Sajda/32:5, dan Qs.Al-Qadr/97:3. Dalam matematika, seribu merupakan bagian dari bilangan asli atau bilangan bulat genap.

2)      Lima Puluh

Bilangan seribu dalam Alquran diambil dari kata khamsina yang disebutkan sebanyak 1 kali yaitu pada surah al-Ankabut ayat 14 ini. Dalam matematika, lima puluh merupakan bagian dari bilangan asli atau bilangan bulat genap.

Konsep operasi pengurangan pada surah al-Ankabut ayat 14 dilihat dari kalimat ...maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.”

Pada kalimat maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun”, merupakan ayat yang memuat operasi pengurangan. Namun menimbulkan pemikiran, mengapa pengurangan ini tidak dilanjutkan dengan jawaban sembilan ratus tahun.

Ayat ini menurut Hamka menunjukkan bahwa jihadnya nabi-nabi. Sejak semula telah dikatakan bahwa iman tidaklah bisa tegak kalau tidak dengan ujian. Nabi Muhammad sendiripun telah mengatakan bahwa ujian iman itu akan datang menurut ukuran tinggi atau rendahnya iman seseorang. Yang lebih banyak mendapat ujian ialah para Nabi dan Rasul, sesudah itu orang-orang saleh, sesudah itu menurut taraf iman manusia masing-masing, menurut yang dapatdipikulnya. Ayat ini menceritakan betapa hebat perjuangan dan jihad Nabi, dimulai cerita pada Nabi Nuh, sebab Nabi Nuh-lah yang mula-mula membawa syariat.[5]

Hamka menyatakan bahwa kalimat operasi pengurangan “seribu tahun kurang lima puluh tahun”.pada surah al-Ankabut ayat 11 itu menunjukkan sama degan sembilan ratus lima puluh tahun, yang juga merupakan umur Nabi Nuh.[6] Dapat dikatakan bahwa Hamka melakukan pengurangan diantara kedua bilangan tersebut (1000-50)

Sebagai seorang muslim yang iman muthlaq kepada isi Alquran tentu kita percaya dengan tidak bertanya lagi kenapa umur Nabi Nuh yang 950 tahun itu. Karena sumber berita yang lain tidak ada yang membantahnya. Kalaupun misalnya ada yang membantah, dia mesti menunjukkan bukti yang ilmiah pula untuk mengatakan bahwa keterangan Alquran itu dusta. Kalau menolak dengan kata-kata yang tidak masuk akal, tidaklah dapat kita terima tolakan itu. Tetapi kalau hendak mencari tafsir panjang umur ini menurut taksiran logika dan ilmiah, itu dapat katakan. Bilangan manusia pada masa itu masih sedikit dimuka bumi ini, sehingga tidaklah mustahil jika bilangan yang sedikit itu diimbangi Tuhan dengan perpanjangan umur, supaya bumi tetap berisi dan hidup bisa panjang. Demikian kutipan Hamka dari penafsiran Asy-Syahid Sayid Quthub.[7]

Walaupun Nabi Nuh berusia 950 tahun, namun selama usaha itu hanya memberi hasil sedikit orang yang beriman. Yang sedikit itulah disuruh masukkan kedalam perahu untuk diselamatkan, akan jadi tampang dari manusia yang akan datang dibelakang. Yang selebihnya mendapat kehancuran, lalu mereka ditarik oleh topan besar, tenggelam kedalam laut ketika air diganahkan sehingga meliputi seluruh muka bumi. Hal ini dikisahkan lebih panjang dalam surah hud dan surah al-Mu’minun.[8]

Menurut Quraish Shihab[9], bahwa Nabi Nuh adalah Nabi yang paling lama menghadapi gangguan kaumnya. Terhitung sejak diutus menjadi Nabi selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Selama itu Nabi Nuh mengajak dan menuntun kaumnya dengan berbagai cara dan selama itu pula hampir semua mereka membangkang dan durhaka.

Kisah Nabi Nuh diuraikan dengan sangat panjang pada surah hud. Disini ada penambahan yaitu beliau berada ditengah kaumnya selama 950 tahun. Masa itu adalah masa beliau berdakwak ditengah kaumnya, bukan masa hidup beliau sbelum diangkat menjadi Nabi dan setelah keselamatan dari air bah itu, beliau masih hidup.[10] Sehingga pendapat ini menunjukkan bahwa kalimat “seribu tahun kurang lima puluh tahun” yang sama diganti Quraish Shihab dengan kalimat sembilan ratus lima puluh tahun adalah masa ini yang didapat diklasifikasikan dimulai pada masa  Nabi Nuh mulai berdakwah ditengah kaumnya sampai air bah datang.

Seperti halnya Hamka, Quraish Shihab juga mengutip pendapat sayyid Quthub terkait panjangnya umur Nabi Nuh yang telah dipaparkan pada sebelumnya. Namun ia juga menjelaskankan bahwa melihat jauhnya perbedaan usia Nabi Nuh dengan manusia pada masa sekarang, bisa juga dikatakan bahwa boleh jadi perhitungan setahun ketika itu tidak sama dengan dua belas bulan tapi boleh jadi sama dengan semusim yang dibanyak negara berjumlah empat musim dalam setahun.[11] Berapa lamapun yang dimaksud dengan angka tersebut, jelas beliau berulang kali berdakwah serta menganekaragamkan cara dan metodenya. Rupanya kebejatan kaumnya tidak juga mereda.

Dalam Tafsir Jalalain, bahwa kalimat “seribu tahun kurang lima puluh tahun” disamakan dengan menggunakan kalimat “sembilan ratus lima puluh tahun”, yang mana mengajak mereka untuk mengesakan Allah, tetapin mereka mendustakannya. Namun  dijelaskan bahwa ketika Nabi Nuh diutus berdakwah, saat itu usianya empat puluh tahun lebih.[12]

Menurut Syeikh Abdurrahman ibn Nashir as-Sa’di bahwa, Allah memberitakan tentang keputusan dan kebijaksanaanNya didalam menimpakan siksaan terhadap umat-umat yang mendustakannya, dan bahwa Allah telah mengutus hamba dan RasulNya Nuh kepada kaumnya untuk mengajak mereka kepada tauhid dan hanya beribadah kepada Allah semata, melarang mereka menyembah tandingan dan berhala.[13] Dalam Tafsir ini tidak ada menggunakan kalimat sembilan ratus lima puluh tahun seperti yang dilakukan dalam Tafsir Al-Azhar, Tafsir Al-Mishbah dan Tafsir Jalalain. Ia tetap menggunakan kalimat “seribu tahun kurang lima puluh tahun”, yang merupakan masa Nabi Nuh tinggal diantara mereka (kaumnya) sebagai nabi penyeru. Selama masa itu Nabi Nuh sama sekali tidak pernah berhenti mengajak mereka dan tidak pernah jemu memberi mereka nasihat, dia menyeru mereka siang, dan malam, dengan cara sembunyi-sembunyi, terang-terangan, namun mereka tidak mendapat petunjuk dan tidak mengikuti petunjuknya, malah mereka terus tenggelam dalam kekafiran dan kesesatan mereka, hingga akhirnya Nabi Nuh mendoakan keburukan terhadap mereka, dengan berkata:

tA$s%ur ÓyqçR Éb>§ Ÿw öxs? n?tã ÇÚöF{$# z`ÏB tûï͍Ïÿ»s3ø9$# #·$­ƒyŠ ÇËÏÈ  [14]

Artinya: Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.

Maka mereka ditimpa banjir besar yaitu air yang turun dari langit dengan lebat dan air yang keluar memancar dari perut bum dengan deras.[15]

Para ulama berbeda pendapat terkait masalah usia Nabi Nuh. Namun begitu, para mufassir sepakat bahwa kalimat “seribu tahun kurang lima puluh tahun itu” sama dengan “sembilan ratus lima puluh tahun. Dapat disimpulkan bahwa, ketika adanya kesepakatan menggunakan kata seribu kurang lima puluh sama dengan sembilan ratus lima puluh (1000 – 50 = 950), peran matematika tetap ada disini,  yaitu bahwa bagaimana mungkin seorang muslim dapat mengetahui Nabi Nuh tinggal dengan kaumnya selama 950 tahun, jika tidak dapat menghitung 1000 – 50, sehingga setiap muslim perlu memahami bilangan dan operasi bilangan.[16]

Peneliti tidak setuju dengan pendapat ahli tafsir terkait surah al-‘ankabut ayat 14 tersebut yang menyamakan seribu tahun kurang lima puluh tahun adalah sama dengan sembilan ratus lima puluh tahun. Dikarenakan tidak dijawabnya operasi pengurangan dalam ayat tersebut, serta adanya perbedaan variabel. Dimana pada kata seribu tahun menggunakan kata سنة (sanah) dan lima puluh tahun menggunakan kata عاما (‘ām). Bisa jadi ada perbedaan maksud tahun dari keduanya.

Kosa kata tahun yang digunakan pada  alfa sanah (seribu tahun) dan khamsina ‘ama (lima puluh tahun) memiliki variabel tahun yang berbeda. Dalam matematika, tidak mungkin bisa dijumlahkan lima buah jambu air dengan tiga buah jambu bol menjadi delapan buah jambu air atau delapan buah jambu bol. Walaupun keduanya adalah jenis buah dan jambu, namun memiliki perbedaan jenis lainnya yaitu jenis jambu air dan jenis jambu bol. Inilah yang dinamakan adanya perbedaan variabel.

Peneliti ingin memandang bahwa kalimat ini memiliki perbedaan yang terletak pada variabel tahun, dimana pada kata seribu menggunakan kata sanah dan lima puluh menggunakan ‘ām. Ini menjadi alasan mengapa Alquran tidak menyelesaikan jawabannya seperti pada operasi penjumlahan dalam surah al-baqarah ayat 196 dan surah al-a’raf ayat 7 yang telah dipaparkan sebelumnya. Operasi pengurangan pada surah al-Ankabut ayat 14 ini bisa dikatakan sama seperti pada operasi penjumlahan pada surah al-baqarah ayat 234 dan surah al-kahfi ayat 25 yang tidak dipaparkan hasilnya karena adanya perbedaan satuan (variabel).

Peneliti menyimpulkan bahwa Alquran tidak memaparkan hasil dari seribu tahun kurang lima puluh tahun dikarenakan perbedaan variabel sehingga menghasilkan dua alasan yaitu satu tahun belum tentu dua belas bulan dan adanya perbedaan tahun peredaran matahari dan bulan. Dapat dikelompokkan sebagai berikut;

1)      Satu Tahun Belum Tentu Dua Belas Bulan

Jika melihat perbedaan pendapat para ahli tafsir terkait jumlah usia Nabi Nuh. Peneliti berpendapat bahwa pendapat Quraish Shihab bisa menjadi pegangan bahwa boleh jadi perhitungan setahun ketika itu tidak sama dengan dua belas bulan tapi boleh jadi sama dengan semusim yang dibanyak negara berjumlah empat musim dalam setahun, Atau bisa jadi tahun yang dimaksudkan dalam seribu tahun berbeda dengan tahun yang dimaksudkan pada lima puluh tahun.[17]

Dalam Tafsir Qurtubi, dengan menghimpun pendapat dari Mawardi bahwa dituliskannya seribu tahun (sanah) kurang lima puluh tahun (‘ām) adalah; untuk menunjukkan banyaknya jumlah, karena dengan menyebutkan seribu maka terkesan banyak, baik dari segi kalimat maupun segi jumlah.[18]

Halimi Zuhdi,[19] seorang dosen bahasa dan sastra Arab di UIN Malang dalam website pribadinya mengatakan bahwa “kata" selalu menjadi perbincangan dikalangan para Ahli Bahasa, apalagi terkait dengan taraduf yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sinonim, walau jenis taraduf ini sangat banyak. Para ahli bahasa Arab ada yang sepakat dengan adanya sinonim, diantaranya:  Sibawaihi, Asma'i, Abu al-Hasan Rummani, Ibnu Khalawiyah, Hamza bin Hamza al-Isfahani,  Al-Fairuzabadi,  Al-Tahanawi, serta mayoritas ahli bahasa Arab modern mengakui adanya sinonim dalam bahasa Arab. Sedangkan yang tidak sepakat adanya sinonim, seperti: Tsa'lab, Ibnu Faris, Abu Hilal Al'askari, Baidhawi dan beberapa Ahli Bahasa lainnya. Sehingga Adanya perbedaan sanah dan ‘ām, adalah mereka yang mengingkari sinonim, sedangkan yang bersepakat, maka tiada perbedaan keduanya.[20] 

Kata sanah  adalah muannast, jamaknya adalah sanawat, kata sanah ini menunjukkan arti  sangat atau keras (syiddah), kelaparan (jadbi), jahat (syar), kekeringan (qahth). Sedangkan kata ‘aam, adalah kata tunggal dan menunjukkan mudzakkar,  jamaknya adalah "awam", dan kata ini kebalikan dari sanah, yang bermakna; kemakmuran (rakha'), kenyamanan (rahah), kebaikan (khair), dan kesejahteraan (rafahiyah).[21] Hal tersebut dapat dilihat pada kata "sanah" yang sering digunakan pada kata yang kurang baik, seperti ashabat albaladah aanah yang berarti "negeri, tahun ini dihantam musibah. Sebagaimana dalam surat yusuf ayat 47 :

 

 tA$s% tbqããu÷s? yìö7y tûüÏZÅ $\/r&yŠ $yJsù ôM?|Áym çnrâxsù Îû ÿ¾Ï&Î#ç7.^ß žwÎ) WxÎ=s% $£JÏiB tbqè=ä.ù's? ÇÍÐÈ [22] 

Artinya: Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.

Dalam ayat tersebut menggunakan tahun sinin yang berasal dari kata sanah. Tujuh tahun lamanya disini menunjukkan penderitaan, kesedihan, kepayahan yang telah dilalui.[23]

Kemudian penggunaan ‘aam terdapat dalam surat yusuf ayat 49 :

§NèO ÎAù'tƒ .`ÏB Ï÷èt/ y7Ï9ºsŒ ×P%tæ ÏmŠÏù ß^$tóムâ¨$¨Z9$# ÏmŠÏùur tbrçŽÅÇ÷ètƒ ÇÍÒÈ [24]

Artinya: Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.

Disini menunjukkan bahwa ‘aam merupakan tahun dimana penderitaan telah usai dan tahun berikutnya adalah keindahan dan kebahagiaan. 

Menurut Ar Raghib Al-Asfahani[25] bahwa kata sanah, asal katanya ada dua jenis; salah satunya mengatakan bahwa sanhatun hal ini diambil dari ungkapan yang berbunyi sanahtufulanan (aku bermuamalah kepada dia tahun demi tahun) dan ungkapan lain yang berbunyi sunyahatun terdapat pada Qs.Al-Baqarah/2: 259. Maksudnya adalah tidak berubah meskipun sudah berjalan bertahun-tahun lamanya dan tidak hilang keasliannya.

Seperti yang dianalogikan Ar Raghib Al-Asfahani[26] bahwa kata sinin jamak dari sanah yang terdapat surah al-a’raf ayat 130 digunakan untuk mengartikan kemarau yang panjang. Sebagaimana tercantum pada ayat berikut:

 

ôs)s9ur !$tRõs{r& tA#uä tböqtãöÏù tûüÏZÅb¡9$$Î/ <Èø)tRur z`ÏiB ÏNºtyJ¨V9$# óOßg¯=yès9 tbr㍞2¤tƒ ÇÊÌÉÈ [27] 

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir´aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran.

Kata sinin pada ayat tersebut digunakan untuk mengartikan yang didalamnya terdapat banyak kemarau Dikatakan sebuah kalimat Arab yang berbunyi asnat al qaum artinya kaum itu terkena musim kemarau.[28] Analogi kata siniin menggunakan surah al-a’raf ayat 130 juga dikemukan oleh Masduha[29], yang mengatakan bahwa siniin merupakan tahun yang mengalami paceklik.

Dari penelusuran peneliti, setidaknya terdapat penggunaan kata sanah maupun sinin dalam ayat lain di Alquran. Seperti kata sanah pada ayat berikut:

 

öNåk¨XyÉftGs9ur šÝtômr& Ĩ$¨Y9$# 4n?tã ;o4quŠym z`ÏBur šúïÏ%©!$# (#qä.uŽõ°r& 4 Šuqtƒ öNèdßtnr& öqs9 ㍣Jyèムy#ø9r& 7puZy $tBur uqèd ¾ÏmÏnÌômtßJÎ/ z`ÏB É>#xyèø9$# br& t£Jyèム3 ª!$#ur 7ŽÅÁt/ $yJÎ/ šcqè=yJ÷ètƒ ÇÒÏÈ  [30]

Artinya: Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Ayat ini menunjukkan bahwa penggunaan kata sanah yang berarti tahun merujuk kepada tahun-tahun dengan keadaan kedzaliman, dimana umat Nabi Musa yang mendustai Nabi Musa yang kesehariannya berbuat dosa. 

Pada ayat lain penggunaan kata sanah terdapat pada ayat berikut:

 

tA$s% $yg¯RÎ*sù îptB§ptèC öNÍköŽn=tã ¡ z`ŠÏèt/ör& ZpuZy ¡ šcqßgÏKtƒ Îû ÇÚöF{$# 4 Ÿxsù }¨ù's? n?tã ÏQöqs)ø9$# šúüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇËÏÈ [31]

Artinya: Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.

Ayat ini juga bercerita mengenai umat Nabi Musa yang membangkang terhadap ajakan Nabi Musa, sehingga Allah menghukum mereka dengan memberi 40 tahun hukuman. Sementara ayat lain yang menggunakan sinin, jamak dari sanah terdapat pada ayat berikut:

tA$s%ur Ï%©#Ï9 £`sß ¼çm¯Rr& 8l$tR $yJßg÷YÏiB ÎTöà2øŒ$# yYÏã šÎn/u çm9|¡Sr'sù ß`»sÜø¤±9$# tò2ÏŒ ¾ÏmÎn/u y]Î7n=sù Îû Ç`ôfÅb¡9$# yìôÒÎ/ tûüÏZÅ ÇÍËÈ [32]   

Artinya: Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu". Maka syaitan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.

Ayat tersebut menunjukkan sinin merujuk pada tahun dimana Nabi Yusuf berada dipenjara. Yang menunjukkan masa dimana ia diberi cobaan.

Kejelian Alquran dalam menggunakan kata, maka merujuk pada ulama bahasa Arab yang menolak adanya taraduf (sinonim). Perbedaan antara tahun yang lebih merujuk pada musim inilah alasan mengapa dalam Alquran surah al-‘ankabut ayat 14 yang terdapat operasi pengurangan seribu tahun (sanah) kurang lima puluh tahun (‘ām) tidak dicantumkan hasilnya.

 

2)      Perbedaan Tahun Peredaran Matahari dan Bulan

Jika penjabaran sebelumnya tidak menunjukkan jawaban yang tepat secara matematis. Namun pada pembahasan ini dapat dijelaskan lebih lanjut secara matematis terkait surat al-‘ankabut ayat 14 menyinggung operasi pengurangan. Peneliti melihat ada ayat lain yang menyinggung bahwa tahun yang disebutkan dalam Alquran juga dapat diketahui perhitungannya. Seperti pada ayat berikut:

 

 ãÎn/yムtøBF{$# šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# n<Î) ÇÚöF{$# ¢OèO ßlã÷ètƒ Ïmøs9Î) Îû 5Qöqtƒ tb%x. ÿ¼çnâ#yø)ÏB y#ø9r& 7puZy $£JÏiB tbrãès? ÇÎÈ [33] 

Artinya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.

Dari ayat tersebut terlihat jelas bahwa tahun (sinin) adalah tahun yang dapat dihitung oleh manusia. Sehingga penyebutan sanah dan ‘ām bukan hanya berbica tentang keadaan namun juga berbicara satuan yang dapat dihitung secara matematis.

Menurut Abdussakir[34] bahwa kata “sanah” dan “‘ām” dalam Alquran memiliki pengertian yang berbeda. Dimana sanah berarti penggunaan tahun peredaran matahari yang sekarang biasa disebut tahun masehi, dan ‘ām adalah penggunaan masa peredaran bulan atau yang sekarang biasa disebut tahun hijriah.

Perbedaaan sanah dan ‘ām dapat dijelaskan dengan memperhatikan ayat berikut:

 

 uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ š[ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÎÈ [35] 

Artinya Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

 

Berdasarkan ayat tersebut dijelaskan mengenai matahari dan bulan serta mengenai penggunaan kata siniin, jamak dari kata sanah dan hisab. Abdussakir berpendapat bahwa sanah untuk matahari dan hisab untuk bulan. Matahari menjadi pedoman untuk penentuan sanah (tahun peredaran matahari) dan bulan menjadi pedoman untuk penentuan hisab (tahun peredaran bulan).[36] Alasan bersandaran dari ayat yang dimuat pada firman Allah berikut:

 

$yJ¯RÎ) âäûÓŤ¨Y9$# ×oyŠ$tƒÎ Îû ̍øÿà6ø9$# ( @ŸÒムÏmÎ/ šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. ¼çmtRq=Ïtä $YB%tæ ¼çmtRqãBÌhptäur $YB%tæ (#qä«ÏÛ#uqãÏj9 no£Ïã $tB tP§ym ª!$# (#q=Åsãsù $tB tP§ym ª!$# 4 šÆÎiƒã óOßgs9 âäþqß óOÎgÎ=»yJôãr& 3 ª!$#ur Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# šúï͍Ïÿ»x6ø9$# ÇÌÐÈ [37] 

Artinya: Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

 

Pada ayat tersebut dicantumkan mengenai bulan haram dan penggunaan tahun ‘ām. Bulan haram merupakan nama bulan yang terdapat pada hitungan penanggalan komariyah.

Peneliti juga menelusuri bahwa penggunaan kata sinin juga terdapat pada surah al-kahf ayat 25. Perhatikan ayat berikut:

 

(#qèWÎ6s9ur Îû óOÎgÏÿôgx. y]»n=rO 7ps($ÏB šúüÏZÅ (#rߊ#yŠø$#ur $Yèó¡Î@ ÇËÎÈ [38] 

Artinya Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).

Pada pangkal ayat, “dan tinggallah mereka dalam gua mereka tiga rauts tahun”. Tahun yang terdapat pada kata sinin adalah jamak dari kata sanah. Yaitu tahun dengan perhitungan tahun syamsiyah, perhitungan edaran matahari yang berjumlah 365 hari.[39] Pernyataan yang menyebutkan bahwa pada kalimat pertama; tiga ratus tahun (sanah) tersebut merupakan tahun peredaran matahari, dan kalimat diujungnya “dan ditambah sembilan tahun” merupakan tahun peredaran bulan juga disebutkan dalam Tafsir Al Misbah,[40] Tafsir Jalalain[41], Tafsir Al Maraghi[42], dan Tafsir As Sya’rawi[43].

Penjelasan terkait surah al-Kahfi ayat 25 hanya lampiran peneliti sebagai penguatan terkait kata tahun dalam Alquran. Ada dua kesimpulan yang dapat diambil, pertama:

1)      Penggunaan tahun sinin yang berasal dari kata sanah merupakan tahun perdaran matahari (syamsiyah).

2)      Adanya dua perhitungan tahun ; syamsiyah dan qamariyah (peredaran bulan). 

Sehingga jelaslah bahwa sanah yang dimuat dalam Alquran pada surah al-‘ankabut ayat 14 memiliki arti tahun peredaran matahari (syamsiyah) dan ‘ām memiliki arti tahun peredaran bulan (komariyah). Adanya perbedaan variabel tahun inilah menjadi alasan mengapa pada ayat tersebut tidak dilakukan operasi pengurangan.

Operasi pengurangan pada surah al-‘ankabut ayat 14 yang berisi kalimat “... maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun (sanah) kurang lima puluh tahun (‘aam)..”, dapat diihat sebagai berikut:

1000 tahun syamsiyah → 1000 x 365,2422 hari = 365242,2 hari

50 tahun komariyah            50 x 354,361 hari = 17718,05 hari

Sehingga pengurangannya menjadi

 3652422 hari - 17718,05 hari = 347524,15 hari

a)      Jika menghitung menggunakan tahun syamsiyah, maka:

Dengan pembulatan nol dibelakang koma menjadi 951 tahun syamsiyah.

 

 

b)      Jika menghitung menggunakan tahun komariyah, maka:

            Dengan pembulatan nol dibelakang koma, menjadi 981 tahun komariyah. Dapat disimpulkan bahwa Nabi Nuh tinggal bersama kaumnya adalah selama 951 tahun syamsiyah atau setara degan 981 tahun komariyah.

 Peneliti menyimpulkan bahwa pada surah al-‘ankabut ayat 14 yang menyebutkan “Nabi Nuh tinggal bersama umatnya adalah 1000 tahun syamsiyah. Atau jika dihitung menggunakan tahun komariyah setara dengan:

1000 x 365,2422 hari (syamsiyah) = 365242,2 hari

Maka jika dihitung berdasarkan tahun komariyah =

Dengan pembulatan nol dibelakang koma, menjadi 1031 tahun komariyah. 1031 tahun komariyah itu setara dengan 1000 tahun syamsiyah yang merupakan masa keseluruhan Nabi Nuh bersama umatnya yang mana itu adalah masa-masa sulit, lebih banyak kesabaran dalam mendakwahkan kepada kaumnya walaupun kaumnya mendustakannya. Masa ini.adalah dari pertama ia tinggal bersama umatnya sampai 50 tahun setelah banjir melanda. Menurut Quraish Shihab,[45] selama tinggal bersama kaumnya hampir semua kaumnya membangkang dan durhaka. Menunjukkan bahwa masih ada kaum Nabi Nuh yang mengikutinya walaupun jumlahnya jauh lebih sedikit.

Dan dikarenakan ada 50 tahun komariyah masa kebaikan, itu adalah masa Nabi Nuh masih bersama kaumnya yang seluruhnya selama karena mengikutinya. Mereka yang selamat adalah kaumnya yang beriman dan makhluk-makhluk yang dipilihnya untuk menunpang (menumpang kapal Nabi Nuh, ketika banjir datang).[46] Adapun Nabi Nuh tinggal bersama umatnya yang mendustainya atau sebelum datangnya banjir adalah selama 951 tahun syamsiyah atau 981 tahun komariyah.

Dalam relevansinya Ayat ini juga berkaitan terhadap kehidupan saat ini, diterangkan bahwa 1000 tahun syamsiyah Nabi Nuh tinggal bersama kaumnya mendapat celaan, dustaan selama 951 tahun syamsiyah. Artinya 95,1 % dari masa ia bersama kaumnya lamanya, merupakan masa ia sangat bersabar, berjuang dalam berdakwah. Ayat ini agar menjadi penyemangat kita, apabila tinggal bersama masyarakat yang mendustai Allah, bahwa tetap bersabar dalam berdakwah.

Jika sebelumnya diisyaratkan operasi penjumlahan dengan variabel sama dijawab hasilnya. Maka disini Alquran menyerukan manusia untuk menggunakan akalnya agar teliti terhadap ayat-ayat Allah. Pengertian matematika yang dimuat pada ayat ini lebih tepatnya sama dengan mengatakan bahwa matematika adalah ilmu mempelajari. sesuai jika kata matematika diambil dari bahaya Yunani, mathema , ilmu yang mempelajari.

Operasi pengurangan yang disebutkan pada surah al-‘ankabut ayat 14, merupakan bagian dari ayat yang berbica mengenai sejarah, maupun aqidah; yang berkaitan tingkat kesabaran dan lamanya waktu Nabi Nuh dalam berdakwah menghadapi kaumnya. Sehingga ayat ini menunjukkan bahwa ilmu matematika sejalan dengan ilmu sejarah dan ilmu aqidah akhlak (agama). Tidak ada dikotomi ilmu diantaranya.

Dengan melihat sejarahnya bahwa Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dimana matematika telah berkembang secara luas, maka ini menegaskan bahwa konsep matematika yang berkembang sebelum kedatangan Islam adalah benar dan tetap harus dipelajari.


[1] Ayat Alquran yang memuat konsep matematika opera bilangan pada pengurangan juga terdapat pada Qs. al-Qashas/28:27 dan Q.s. al-Muzammil/73:3-4.

[2] Qs. al-‘Ankabut/29:14.

[3] Qs. Al-‘Ankabut/29: 12-13.

[4] Qs. Al-‘Ankabut/29: 15-17.

[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar..., Jilid XX, h.198, h.196-197.

[6] Ibid, h.198.

[7] Ibid, h.197.

[8] Ibid, h.198.

[9] M Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah..., Jilid X,  h. 36.

[10] Ibid, h.37.

[11] Ibid,.

[12] Al Imam Jalaluddin Muhammad dan Al Imam Jalaluddin Abdirrahman, Tafsir Jalalain...,  Jilid II, h.792.

[13] Syeikh Abdurrahman  ibn Nashir as-Sya’di, Tafsir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, Terj. Muhammad Iqbal, dkk, Tafsir Alquran (Jakarta: Darul Haq, 2017, cet.VIII), Jilid I, h.430.

[14] Qs. Nuh/71:26.

[15] Ibid, h.431.

[16] Abdussakkir, Matematika dalam Alquran (Malang: Malang Press, 2014), h.68.

[17] M Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah..., jilid X, h. 37

[18] Syaikh Imam Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkaam Alquran, Terj. Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Rana Mengala, Tafsir Qurthubi (Jakarta: Pastaka Azzam, 2009), jilid XIII,  h.849.

[19]Halimi Zuhdy, “Perbedaan kata tahun dalam bahasa Arab; Sanah dan ‘Aam dalam www.halimizuhdy.com dilihat tanggal 19 Juni 2019 pukul 09.00 WIB.

[20] Ibid,

[21] Ibid,

[22] Qs. Yusuf/12:47.

[23] Halimi Zuhdy, “Perbedaan kata tahun dalam bahasa Arab; Sanah dan ‘Aam dalam www.halimizuhdy.com dilihat tanggal 19 Juni 2019 pukul 09.00 WIB.

[24] Qs. Yusuf/12:49.

[25]Ar Raghib Al Asfahani, Al Mufradat Fi Gharib Alquran, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Alquran (Depok: Pustaka Khazanah Faztwa‘Id, 2017), Jilid 2, h.298.

[26] Ibid, h.299.

[27] Qs. al-A’raf/7:130.

[28] Ar Raghib Al Asfahani, Al Mufradat Fi Gharib Alquran..., h.299.

[29] Masduha, Al-Alfazh: Buku Pintar Memahami Kata-Kata dalam Alquran (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2017), h.386.

[30] Qs. al-Baqarah/2:96.

[31] Qs. al-Maidah/5:26.

[32] Qs. Yusuf/12 : 42.

[33] Qs. Al-Sajdah/32:5.

[34] Abdussakir, Ada Matematika dalam Alquran (Malang: UIN-Malang Press, 2006), h.108-110.

[35] Qs. Yunus/10 : 5.

[36] Abdussakir, Ada Matematika dalam Alquran..., h.27.

[37] Qs. al-Taubah/9:37.

[38] Qs. al-Kahf/18:25.

[39] Hamka, Tafsir Al Azhar..., Jilid XV, h.85

[40] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah..., Jilid VII, h.275-276.

[41] Al Imam Jalaluddin Muhammad dan Al Imam Jalaluddin Abdirrahman, Tafsir Jalalain..., Jilid II, h.364.

[42] Ahmad Mushthafa al-Maraghy,  Al-Maraghi...,Jilid XV, h. 263.

[43] Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Asy Sya’rawi..., Jilid VIII, h.368.

[44] Abdussakir, Ada Matematika dalam Alquran..., h.111.

[45] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah..., Jilid X, h.36.

[46] Ibid,